Senin, 03 November 2008

ANDINGINGI MELESTARIKAN BUMI UNTUK KESEJAHTERAAN BERSAMA

Pagi ini langit tampak begitu cerah, matahari mengintip seakan menunggu. Kicau burung-burung ramai bersahutan menyambut pagi, semilir angina menerpa dedaunan menambah sejuknya suasana. Damai dan tenteram tercipta dengan sendirinya yang sudah menjadi tujuan hidup sejak awal dari masyarakat adat Ammatoa Kajang.

Tampak beberapa orang laki-laki dan perempuan jalan beriring, laki-laki memakai sarung, baju yang berwarna hitam dengan lilitan kain di kepala yang juga berwarna hitam (Passapu). Perempuannya juga memakai sarung, baju juga warna hitam yang disebut baju Pokko dengan rambut disanggul (Simboleng) sambil membawa bakul kecil (Bantalang) yang berisi nasi kentang kukus dan lauk. Langkah mereka santai tapi pasti berjalan menuju Pandingingian (Tempat Andingingi). Andingingi adalah suatu acara hajatan yang diadakan setahu sekali pada saat Bulan Purnama antara bulan Januari dan Februari.

Andingingi kali ini ditempatkan di Pa’rasangang Iraja tepatnya di Pammotokang Bombonga ri Pattirotiroang, ditempat itulah dibuat panggung memanjang dihiasi Janur Areng, sehari sebelumnya untuk melangsungkan prosesi ritual dan juga tempat menginap untuk menyiapkan segala sesuatu perlengkapan ritual esoknya.

Andingingi diawali dengan Acara Appalenteng Ere (menuang air kedalam wadah/pasu yang dialas dengan satu pelepah pisang basah, ditambahkan Tobo Rappo / Bunga Pinang yang belum mekar, di rendam dalam air lalu ditambah pula sehelai daun sirih yang telah dilipat dan sebuah Pinang yang diiringi dengan Doa) pada malam purnama oleh Pimpinan Adat Ammatoa (Bohe’Amma). Setelah itu kembali ditutupi dengan daun pisang yang dilapisi kain putih diatasnya ditaruh Pa’mamang (Talang kecil yang berisi daun sirih dan potongan buah pisang ditutup anyaman yang terbuat dari daun lontar).

Matahari semakin naik setinggi ukuran 1½ tombak, para pemangku adapt telah berkumpul diatas panggung untuk melanjutkan prosesi Andingingi. Para wanita sibuk menata/mengatur sesaji Passalama (memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa / Tu Rie’ A’ra’na). Bau khas kemenyan dan dupa tercium pertanda prosesi ritual itu dimulai, seluruh warga yang hadir dengan hidmat mengikuti rangkaian acara, hening tanpa kata. Setelah acara Assalama selesai dilanjutkan dengan acara Abbe’bese (mengangkat Tobo Rappo yang telah direndam lalu dipercikkan kepada kumpulan orang dan lingkungan sekitar). Setelah acara selesai warga yang hadir berebut sesaji dan janur untuk dibawa pulang sebagai berkah dan tolak bala.

ANDINGINGI terbagi atas tiga tingkatan :
1. Andingingi Sibatu Lino /Andingingi Sejagat
Acara ini dilakukan setiap 10 tahun sekali, digelar di Pa’rasangan Ilau Boronga ri Karanjang. Bertujuan untuk memanjatkan syukur atas karunia yang diberikan oleh Tu Rie A’ra’na (Yang Mempunyai Kehendak). Tak terhitung yang telah diberikan oleh Tuhan melalui hasil bumi tapi pernahkah kita mensyukuri dan menjaga kelestarian alam ini?. Hasil bumi tiada henti-hentinya kita gali dan kuras demi memperkaya diri sendiri dan hidup sesaat tanpa memikirkan berapa banyak generasi yang akan dating sesudah kita.

Masyarakat Adat Ammatoa menganut pola hidup Kamasemasea (pola hidup sederhana dan bersahaja) yang yakin bahwa saat ini mereka hanya menjalani hidup, tapi tak bisa mempertahankan hidup. Mereka juga tidak bisa menjalani hidup tanpa berinteraksi dengan lingkungan / alam sekitar yang menyediakan kebutuhan hidup kita sehari-hari.

2. Andingingi Pattaungan / Andingingi Tahunan.
Dilaksanakan setiap tahun untuk mensyukuri atas karunia yang diberikan oleh Tu Rie A’ra’na berupa hasil panen yang dapat mencukupi kebutuhan dalam setahun, kayu-kayuan yang tumbuh subur dan air yang masih mengalir adalah karunia yang tak terhingga. Ritualnya sama dengan Andingingi Sibatu Lino.

3. Andingingi Batang Kale / Andingingi Perkeluarga.
Acara ini diadakan secara perorangan / perkeluarga oleh masyarakat Adat Ammtoa Kajang karena :
Berhasil membangun rumah baru, acara ini diadakan oleh pemiliknya 3 hari setelah rumah tersebut selesai.
Berhasil melakukan pesta adat Kalomba atau Pesta Perkawinan, tanpa ada rintangan dan masalah berarti. Andingingi diadakan 1 hari setelah pesta selesai.
Berhasil menyelesaikan prosesi ritual kematian keluarga selama 100 hari yang ditutup dengan acara A’dangan. Andingingi dilaksanakan 3 hari setelah acara A’dangan.

Ketiga acara ini, rangkaian ritualnya dilaksanakan di rumah yang bersangkutan oleh Uragi (orang yang cerdik pandai dalam membuat rumah, dan dapat mengetahui hari baik dan naas).

Andingingi adalah ritual yang sangat sakral, pada intinya untuk memohon keselamatan umat manusia agar dapat terhindar dari segala bencana alam yang diawali dengan menjaga kelestarian alamterutama keutuhan hutan yang ada disekitar lingkungan masing-masing. Karena bencana terjadi dari hasil ulah tangan manusia sendiri.



By SYAMSUDIN MADANY
The Ammtoa Kajang Community

Selasa, 02 September 2008

Istana Air Taman Sari yang Penuh Magic / The Fully Magical Taman Sari Water Palace

Oleh : Syamsudin

Ketika Anda ke Taman Sari, jangan lupa ke Istana Air Taman Sari, terletak ± 400 meter dari komplek Kraton Yogyakarta, sekitar 10 menit jalan kaki ke pasar burung dari halaman Kemandungan Selatan (Mayangan). Istana Air Taman Sari bergaya arsitektur Inggris dan Jawa dibangun pada tahun 1684 tahun Jawa tepatnya 1759 M oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I, empat tahun setelah naik tahta. Istana tersebut bagian yang tak terpisahkan dari istana Taman Sari dan Istana Air Taman Sari ± 100 meter atau ± 4 menit jalan kaki dari bagian pintu bagian Timur Istana Taman Sari ke Pongkangan (tempat raja menambatkan perahu) istana air tersebut.
Taman sari berarti taman yang indah, dimana pada zaman dahulu merupakan tempat rekreasi bagi Sultan Yogyakarta dan kerabat istana. Kini Taman Sari dapat dikunjungi oleh masyarakat umum baik pengunjung domestik maupun turis mancanegara, mulai pukul 08.00 hingga pukul 16.00. Di kompleks ini terdapat tempat yang masih dianggap sakral di lingkungan Taman Sari, yakni Taman Ledoksari dimana tempat ini merupakan tempat peraduan dan pribadi Sultan, karena selain tempat memadu kasih bagi selir-selir Sultan setelah mandi di laut buatan pada Taman Ledoksari, juga digunakan untuk melakukan meditasi dan ritual di pulau Panembung (bangunan terapung). Disebut sebagai laut buatan karena taman tersebut berbentuk kolam yang luasnya ± 10,5 ha dikelilingi tembok pagar yang disebut Segaran (tembok tebal yang tingginya 2,50 meter) yang airnya mengalir dari Kali Code.
Diantara bangunan yang menarik adalah Sumur Gemuling, yang berupa bangunan bertingkat dua dengan lantai bagian bawahnya terletak di bawah tanah. Bagian ini dapat dicapai melalui lorong bawah tanah yang bagian atasnya diberi ventilasi segi empat. Dimasa lampau, bangunan merupakan semacam surau tempat Sultan melakukan ibadah shalat. Surau ini melingkari Sumur Gemuling berlantai dua yang bagian atasnya untuk tempat shalat laki-laki dan bagian bawahnya untuk tempat shalat perempuan, yang masing-masing mempunyai tempat imam shalat yang terpisah dengan bagian depan untuk menyimpan sesaji jika ada upacara Grebeg. Grebeg adalah upacara adat di Kraton Yogyakarta yang diselenggarakan tiga kali setahun untuk memperingati hari besar Islam.
Di bagian lain pada lorong bawah tanah yang sama, terdapat pintu lorong rahasia yang terletak disebelah timur Sumur Gemuling dengan jarak ±20 meter, lorong rahasia tersebut digunakan jika sewaktu-waktu ada musuh yang menyerang istana. Jalan/lorong ini tembus hingga ke laut Selatan. Namun, oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X memerintahkan untuk menutupnya karena sangat berbahaya untuk umum. Menurut salah seorang narasumber yang ditemui (Sugimang, 66 tahun) mengatakan dari lima orang yang salah satu diantaranya berkewargenegaraan Jepang, memasuki pintu lorong rahasia tersebut dan tidak kembali sampai hari ini, entah digigit ular lalu mati atau hilang di laut Selatan yang konon ditunggui oleh Nyi Roro Kidul.
Istana Air Taman Sari adalah salah satu objek wisata yang sangat menarik untuk dikunjungi di Yogyakarta, dapat melihat sudut-sudut kota di Taman Sari dari atas puncak bangunan Ledoksari dan setiap tempat di dalamnya mempunyai nilai mistis yang sangat sakral, tapi berhati-hatilah sebab seluruh bangunan yang ada didalamnya mudah runtuh karena sudah sangat lapuk dan tua dimakan usia.


By: Syamsudin

When you go to Taman Sari, don’t forget to visit Taman Sari Water Palace, located ± 400 meters from The Keraton Yogyakarta Palace Complex or about 10 minutes by foot to “Pasar Burung” (Bird Market) from Kemandungan Yard (Mayangan). The water palace, which has England and Japan architectural style, constructed in 1684 of Java Year or 1789 A.D. by Sri Sultan Hamengku Buwono I, exactly after he has been in his throne for four years. The palace is inseparable part from Taman Sari Palace and Taman Sari Water Palace. It would be reached about 100 meters or about four minutes by foot from the east side door of Taman Sari Palace to “Pongkangan” (the place where king thether his yacht to the water palace.
Taman Sari means the beautiful garden. In the past time, Taman Sari is a place when Sultan (king) and his family and relatives can take a rest. Now, Taman Sari can be visited by local and foreign tourists, start from 08.00 until 16.00. In this complex, there is a sacred place namely Taman Ledoksari. This garden is Sultan’s royal place and it is very private place. Beside for dating his concubines, this place was use for meditating and doing ritual in Panembung Island (floating building). It is called “artificial sea” because the garden form as a pool, about 10,5 ha, surrounded by a great wall called Segaran, the height is 2,50 m. The water from Segaran flow through to the river Code.
Among all buildings, there is a most interesting site; Gemuling Well, a two floor building which is the ground floor is in the basement. This part can be reached through ground lane which has square ventilation on its top. In the past this building functioned as a small mosque where Sultan had pray. Gemuling Well is surrounded by the mosque’s two floors building . The upstair’s part is use for men to pray, whereas the downstair is for women. Each floor has separated mosque’s leader quarter. In front, there is a place for keeping ritual offering when Gerebeg ceremony take place. Gerebeg is a custom ceremony in Yogyakarta Palace, which taken place every three times a year to celebrate Islam Holy Days.
In other part of down lane, there is secret door, located in east side of Gemulung Well. The secret lane was use for escaped if enemy attacked the palace. This lane comes out to the South Sea. Now Sri Sultan Hamengku Buwono X has commanded to close the lane because it is dangerous. According to a resource person, Sugiman, 66, there were five people, one of them was Japanese, walked into the lane and haven’t come back until now. There are some speculation why they haven’t come back. They could be beaten by snake or lost in South Sea which guarded by The Lady Nyi Roro Kidul
Taman Sari Water Palace is one of interesting tourism objects in Yogyakarta. From here, we could see every corner of town in Taman Sari from the top of Ledoksari building. Every site has sacred mystical values but we must be careful of all buildings are easy to collapse.

Rabu, 23 Juli 2008

Ayo...Kajang..!!!


Bersama ANBTI (ALiansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika) dan 18 komunitas adat lainnya, komunitas adat Kajang dari Sulawesi Selatan sepakat untuk menjunjung kebhinnekaan Indonesia dan mempertahankan Pancasila dan konstitusi.